BISNIS BANDUNG – Guru Besar Ilmu Politik, Prof. Dr. Cecep Darmawan, S.IP., M.Si., M.H. mengemukakan, tahun 2018 dikenal
sebagai tahun politik, terkait gelaran hajat demokrasi pemilihan
kepala daerah serentak, Kepala Daerah terpilih harus mampu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, menyuburkan trickle down effect (menyuburkan kegiatan ekonomi yang menetes ke bawah-red) di samping mampu mengentaskan kemiskinan.
Cecep
Darmawan menyebut, peta politik pemilihan gubernur Jawa Barat tahun
2018, memuncul empat pasang calon gubernur/wagub euforianya akan berbeda
dengan DKI.
Ketegangan di DKI tidak akan menular di
Jabar. Ditambah koalisi partainya yang berbeda. Secara umum,lanjut Cecep
, masyarakat Jabar dari segi sosial budaya jauh lebih soft. Konflik pun
masih ditoleran, seperti antar pendukung calon, jadi diprediksi tidak
akan seperti di DKI.
Maraknya incumbent
yang manggung kembali tidak menjadi indikator minimanya kader.
“Maraknya incumbent, apakah akan mempengaruhi pelayanan publik di tahun
politik, pastinya tidak, pasalnya sudah ada mekanisme untuk
pergantiannya,” ungkap Cecep Darmawan yang juga sebagai Kepala Pusat
Kebijakan Publik LPPM UPI menjelaskan seraya menambahkan,
potensi/ancaman politisasi aset negara oleh incumbent seperti ASN, APBD,
fasilitas negara bisa saja disalahgunakan.
Namun
penegakan aturan dan pengawasan berbagai pihak termasuk media harus
lebih masif. Yang rawan adalah penggunaan dana publik oleh incumbent
melalui kebijakannya yang populis sebelum yang bersangkutan nyalon,
sebab hal ini sulit dianggap pelanggaran selama mekanismenya sesuai
aturan, ini hanya masuk domain etik. “Dalam hal ini , institusi
pengawasan harus proaktif.
KPU,
Bawaslu, media masa dan masyarakat harus bersinegi melakukan
pengawasan,” ucap Cecep. Jika ada pelanggaran , laporkan dan proses
secara hukum, law enforcement harus ditegakan. Dampak jika terjadi
penyimpangan secara sengaja akan sangat menciderai demokrasi.
Mengenai
potensi konflik ,Cecep menyebut saat waktu kampanye , pemungutan serta
perhitungan suara, disamping pada pengesahan pemenang. Diprediksinya,
wilayah rawan konflik adalah daerah-daerah yang kohesivitas sosial
politiknya renggang,dan tidak ada figur atau tokoh pemersatu.
Kepentingan asing yang sulit ditemukan harus diwaspadai terutama melalui
transfer dana dan dukungan kampanye via media sosial.
Sosok Jabar “satu-dua” yang layak memimpin Jabar, adalah mereka yang paham dan mengerti permasalahan serta dinamika di Jabar. Figurnya harus merakyat, berkarakter nyunda, pengentasan kemiskinan dan pnyediaan lapangan pekerjaan harus menjadi prioritas.Sebab kemiskinan, kesenjangn ekonomi, serta pengangguran di Jabar masih menjadi persoalan utama disamping persoalan pendidikan dan lingkungan. “Trickel down effect atau pertumbuhan ekonomi yang tinggi bisa membawa efek ekonomi yang positif kepada masyarakat bawah, hingga naik kesejahteraannya.
“Gini/indeks rasio
kesenjangan antara orang kaya dan orang marginal di Jabar masih relatif
tinggi, harus diturunkan dengan berbagai program yang propoor dan
projob atau propublik,” tambah Cecep Darmawan yang anggota Komite
Perencana Pembangunan Jawa Barat, baru-baru ini. (E-018)****
Sumber: http://bisnisbandung.com