KBRN, Jakarta: Pakar Kebijakan Pendidikan Prof. Cecep Darmawan mendukung penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen untuk sekolah internasional. Menurutnya, kebijakan ini tepat diterapkan pada sekolah asing yang beroperasi di dalam negeri.
"Kalau untuk sekolah asing silakan saja. Bahkan, lebih dari 12 persen silakan saja kalau sekolah asing," ujar Prof. Cecep dalam perbincangan dengan Pro 3 RRI, Rabu (18/12/2024).
Namun, ia menilai kebijakan ini tidak seharusnya berlaku untuk sekolah yayasan maupun negeri. Menurutnya, sekolah yang didirikan yayasan adalah untuk mencerdaskan anak bangsa.
Ia menekankan tidaklah tepat jika sekolah di bawah naungan sebuah yayasan mengambil keuntungan. Mulai 1 Januari 2025, pemerintah menaikkan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen untuk barang dan jasa premium.
Kenaikan tersebut termasuk bahan makanan kelas atas dan layanan pendidikan dan kesehatan premium. Listrik rumah tangga berdaya 3.500-6.600 VA juga menjadi bagian yang menerima kenaikan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menjelaskan kebijakan ini didasarkan pada prinsip keadilan. Kelompok masyarakat mampu akan menanggung pajak tersebut, sementara masyarakat miskin dan rentan akan tetap terlindungi.
INILAHKORAN, Bandung -Lingkar Studi Rakyat Berdaulat menggelar diskusi terkait 'Aspek Krusial dalam Revisi UU KUHAP Perubahan, Dampak, dan Implementasi', Jumat 28 Februari 2025 di Jalan Gegerkalong, Kota Bandung.
Guru Besar UPI Prof Cecep Darmawan mengatakan isu Revisi UU KUHAP ini merujuk pada regulasi di mana membutuhkan keterbukaan dan partisipasi supaya masyarakat pun bisa menyampaikan haknya. Selain itu, asas keterbukaan mulai pembentukan perundangan dari perencanaan sampai ke peninjauan perlu diberikan akses ke publik yang terdampak langsung.
"Penyelidikan dan penyidikan itu kan tugas polisi. Maka, jangan diberikan pula ke Kejaksaan. Kalau ada kekurangan selama ini mestinya ya perbaiki bukan justru dialihkan. Jika itu terjadi, maka bisa timbulkan ketidakpastian hukum, konflik kepentingan dua lembaga, dan sisi akurasi penyelidikan akan bermasalah," ujarnya seraya menegaskan dahulukan naskah akademiknya, hingga melihat urgensi dari adanya pembentukan RUU ini.
Hal senada diungkap Dosen Al Ghifari Deni Rismansyah yang menilai memang ada perbedaan antara UU lama dengan RUU ini, semisal UU lama memiliki konsep di mana ada fungsi jaksa, polisi, dan kehakiman, namun dalam RUU KUHAP ini memakai konsep pidana terpadu di mana di dalamnya ingin mencoba pengendalian perkara dengan dipusatkan di Kejaksaan.
"Kalau RUU ini dipaksakan dipakai, maka jaksa diangkat dan diberhentikan oleh Presiden sama dengan Kapolri. Tapi, polisi nantinya bisa di bawah kejaksaan. Itu bisa mengacaukan pertanggungjawaban ke jaksa atau Presiden," katanya.
Selain itu, bila RUU ini dilaksanakan maka akan muncul masalah lain, semisal dalam hal pengawasan. Lembaga kejaksaan ada komisi jaksa yang melakukan pengawasan sama dengan kepolisian melalui kompolnas.
"Masalahnya, apakah komisi kejaksaan ini sudah bisa mengawasi atau mengontrol pada jaksa yang mendapatkan kewenangan ini. Lalu, bila dilihat seperti kompolnas, sisi rekrutmennya kan banyak perwira tinggi purnawirawan yang direkrut," katanya.
Sebanyak 9 pejabat baru di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang terdiri dari 8 Dekan dan 1 Direktur Kampus UPI di Sumedang, dilantik oleh Rektor UPI Prof. Dr. M. Solehuddin, M.Pd., M.A. Pelantikan Dekan dan Direktur Kampus UPI di Sumedang di Lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia Masa Bakti 2025 – 2029 berlangsung di Gedung Ahmad Sanusi Kampus UPI Bumi Siliwangi Jalan Dr. Setiabudhi Nomor 229 Bandung, Jumat (3/1/2024).
Surat keputusan terkait pengangkatan pejabat baru tertuang di dalam Keputusan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia Nomor 3/UN40/KP.09.04/2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Dekan dan Direktur Kampus UPI di Sumedang Universitas Pendidikan Indonesia.
Berdasarkan keutusan tersebut, Rektor UPI menucapkan rasa syukurnya. Dikatakannya,”Alhamdulillah, saat ini kita memiliki Dekan dan Direktur Kampus UPI di Sumedang yang baru. Harapannya bahwa mereka itu betul-betul bisa melanjutkan sekaligus meningkatkan apa-apa yang sudah diraih (prestasinya) selama ini, dan tentu kekurangan-kekurangannya harus
ertama, lanjutnya, yang diperlukan mereka adalah bagaimana mereka punya semangat untuk berbuat yang terbaik untuk fakultasnya maupun kamdanya, sebab ini adalah yang pertama. Lakukan yang terbaik yang mampu kita lakukan.
“Kedua, kita harus mempunyai strategi, harus memiliki cara untuk mecapainya. Semangat saja tidak cukup, kita tetap harus memilki strategi sesuai dengan situasi dan kondisi,” tegasnya.
Rektor UPI Lantik Dekan dan Direktur Kampus UPI di Sumedang
Sebanyak 9 pejabat baru di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang terdiri dari 8 Dekan dan 1 Direktur Kampus UPI di Sumedang, dilantik oleh Rektor UPI Prof. Dr. M. Solehuddin, M.Pd., M.A. Pelantikan Dekan dan Direktur Kampus UPI di Sumedang di Lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia Masa Bakti 2025 – 2029 berlangsung di Gedung Ahmad Sanusi Kampus UPI Bumi Siliwangi Jalan Dr. Setiabudhi Nomor 229 Bandung, Jumat (3/1/2024).
Surat keputusan terkait pengangkatan pejabat baru tertuang di dalam Keputusan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia Nomor 3/UN40/KP.09.04/2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Dekan dan Direktur Kampus UPI di Sumedang Universitas Pendidikan Indonesia.
Berdasarkan keutusan tersebut, Rektor UPI menucapkan rasa syukurnya. Dikatakannya,”Alhamdulillah, saat ini kita memiliki Dekan dan Direktur Kampus UPI di Sumedang yang baru. Harapannya bahwa mereka itu betul-betul bisa melanjutkan sekaligus meningkatkan apa-apa yang sudah diraih (prestasinya) selama ini, dan tentu kekurangan-kekurangannya harus diperbaiki.”
Pertama, lanjutnya, yang diperlukan mereka adalah bagaimana mereka punya semangat untuk berbuat yang terbaik untuk fakultasnya maupun kamdanya, sebab ini adalah yang pertama. Lakukan yang terbaik yang mampu kita lakukan.
“Kedua, kita harus mempunyai strategi, harus memiliki cara untuk mecapainya. Semangat saja tidak cukup, kita tetap harus memilki strategi sesuai dengan situasi dan kondisi,” tegasnya.
Dikatakan lebih lanjut bahwa pimpinan baru di fakultas dan kampus daerah juga harus adaptif dengan keadaan, kondisi dan tantangan, termasuk merespon kebijakan-kebijakan baru dari pemerintah, karena seperti yang diketahui, saat ini kita memasuki era pemerintahan yang baru.
Kembali ditegaskan,”Pemimpin itu harus mempunyai komitnmen untuk membangun institusinya masing-masing, yang lain-lainya bisa dipelajari dan dikerjasamakan.”
(dodiangga/photo:denynurahmat)
Keputusan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia Nomor 3/UN40/KP.09.04/2025 Tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Dekan dan Direktur Kampus UPI di Sumedang Universitas Pendidikan Indonesia
DEKAN DAN DIREKTUR KAMPUS UPI DI SUMEDANGUNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIAMASA BAKTI 2025-2029
No
Nama
Diangkat dalam Jabatan
1
Dr. Nandang Budiman, M.Si. NIP. 197102191998021001
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan
2
Prof. Dr. Cecep Darmawan, S.H., S.I.P., S.A.P., S.Pd., M.Si., M.H., CPM. NIP. 196909291994021001
Dekan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
3
Prof. Dr. Tri Indri Hardini, M.Pd. NIP. 196912231993022002
Dekan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra
4
Dr.rer.nat. Adi Rahmat, M.Si. NIP. 196512301992021001
Dekan Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
5
Dr. Eng. Agus Setiawan, M.Si. NIP. 196902111993031001
Dekan Fakultas Pendidikan Teknik dan Industri
6
Prof. Agus Rusdiana., S.Pd., MA., Ph.D. NIP. 197608122001121001
Dekan Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
7
Prof. Dr. Hj. Ratih Huriyati, M.P. NIP. 196802251993012001
Dekan Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis
8
Prof. dr. Hamidie Ronald Daniel Ray, M.Pd., Ph.D. NIP. 197011022000121001
Bandung - 11 orang meninggal dunia dan puluhan lainnya mengalami luka dalam insiden kecelakaan bus yang ditumpangi siswa SMK Linggar Kencana Depok di Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan menyoroti terkait kebijakan Study tour. Secara umum, study tour kerap digelar sekolah di akhir semester atau kenaikan kelas.
"Makna asal study tour itu memiliki nilai positif, bahwa pembelajaran itu tak hanya berlangsung di dalam kelas, tapi di luar kelas juga," kata Cecep kepada detikJabar, Senin (13/5/2024).
Cecep menilai, makna awal dari study tour sudah bergeser ke arah wisata semata alias kegiatan piknik bagi siswa.
"Study tour harus dikembalikan pada hakikat studi, studi melalui pembelajaran di lapangan. Cuman makna ini bergeser yang tadinya ada kaitan dengan pembelajaran sekarang tuh bergeser seperti piknik biasa tapi diganti dalam bahasa study tour, sehingga studi malah sedikit tapi lebih banyak pikniknya," ungkap Cecep.
Menurut Cecep, harus ada pengaturan, baik pada level pusat atau level daerah masing-masing menyikapi aturan study tour ini.
"study tour itu dikembalikan pada makna sesungguhnya, apa itu study tour, apa yang harus di studi, di mana, kapan, bagaimana, itu harus ada regulasi dn SOP nya yang jelas, termasuk soal keamanan dan kenyamanan serta tidak boleh membebani siswa," tuturnya.
"study tour itu jangan berkonotasi mahal dan ke luar kota atau ke luar pulau. study tour itu bisa dilaksanakan di tempat sekitar sekolah misalnya ajak anak jalan kaki pergi ke museum, atau study tour belajar mengenal jenis batu-batuan di sungai-sungai atau di gunung dekat sekolah, itu juga study tour," tambahnya.
Menurut Cecep, sekarang study tour sudah melenceng dari makna sesungguhnya dan terkesan berbau bisnis yang membebani siswa. Dia juga menyayangkan, study tour ini terkesan sebagai kegiatan wajib dengan biaya yang tinggi.
"Hal itu harus dihindari, makanya harus dibuat regulasi dn SOP. Kedua jangan sampai ada oknum yang mengeruk keuntungan. Kasihan anak dari keluarga yang tidak mampu, orang tuanya harus pinjam uang dan segala macam. Kadang-kadang ada oknum juga kalau gak ikut study tour mempengaruhi nilai, padahal itu harus dihindari, jangan dibisniskan dan jangan dimaknai sebagai tour tapi studi-nya dihilangkan," jelas Cecep.
Sebelumnya pada 5 Maret 2024 lalu, Disdik Jabar sudah mengeluarkan surat edaran terkait aturan perpisahan kepada Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah I-VIII untuk menggelar kegiatan perpisahan sesederhana mungkin dan digelar di sekolah, namun edaran itu tak diindahkan salah satunya oleh SMK Linggar Kencana Depok, Cecep setuju jika ada oknum sekolah yang tak mengindahkan aturan pemerintah untuk diberi sanksi.
"Berikan sanksi. Meskipun kalau sifatnya surat edaran memang konsekuensinya lemah, tapi menurut saya bikin saja peraturan Kadisdik atau peraturan Gubernur misalnya, itu lebih kuat," tuturnya. Aturan itu sifatnya harus mengatur termasuk adanya larangan. Karena menurut Cecep makna study tour yg benar, tentu penting jika dilakukan sesuai dengan arti study tour itu sendiri.
"Tapi kalau study tour hanya ke tempat wisata dan tidak ada pembelajarannya, itu bukan study tour namanya, itu berkedok study tour itu. Harus ada sanksi administrasi bagi yang melanggar," pungkasnya.