Oleh: Cecep Darmawan
Pendidikan Profesi Guru (PPG) merupakan konsekuensi hukum dari UU No.
14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang mengharuskan lulusan LPTK mengikuti
PPG sebagai pendidikan profesi. Artinya lulusan LPTK tidak serta merta diangkat
menjadi guru sebelum mengikuti dan lulus pendidikan profesi melalui PPG. Meski dianggap kontroversial, PPG tidak
bisa tidak, harus menjadi persyarat sebagaimana amanat UUGD.
Pasal 8 UUGD menegaskan Guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9: Kualifikasi
akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi
program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10 :
(1)
Kompetensi
guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11:
(1)
Sertifikat
pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah
memenuhi persyaratan.
(2)
Sertifikasi
pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan
tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3)
Sertifikasi
pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
(4)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12:
Setiap orang
yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk
diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Dengan demikian
alumni S1
Kependidikan yang telah memilikii ijasah dan bergelar Sarjana Kependidikan (S.Pd)
tidak memiliki kewenangan mengajar selama yang bersangkutan belum mengikuti dan lulus PPG. Sementara itu, pihak pemerintah masih
membatasi PPG ini, kecuali kepada para
alumni LPTK yang sudah mengikuti program guru
Sarjana
Mendidik di daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal (SM3T). Padahal
jumlah tersebut amatlah kecil, Ibarat para alumni yang akan ikut tes PNS harus
masuk ke lubang jarum (PPG) lalu diseleksi lagi menjadi PNS (masuk lubang jarum
berikutnya). Kondisi ini menyebabkan melimpahnya lulusan LPTK yang menganggur
dan tidak bisa mengajar di sekolah.
Begitu pula
kurikulum PPG selain belum jelas arahnya, karena disinyalir substansi mata
kuliah dan materinya tidak jauh berbeda dengan mata kuliah S1 kependidikan, PPG
juga seakan menafikan LPTK yang telah mendidik mahasiswa melalui program PPL
Masalahnya UUGD
menyamakan antara lulusan S1 LPTK mampun non LPTK dalam hal kesempatan menjadi
guru.UUGD ini membuka kran bagi nonkependidikan untuk menjadi guru asalkan
mengikuti PPG. Sayangnya, lulusan LPTK pun diharuskn hal yang sama meski
proporsinya berbeda. (lihat Perrmendikbud No. 87 tahun 2013 pasal 6). Pertanyaan
berikutnya apakah dengan mengikuti PPG yang hanya 1 tahun misalnya, dijamin
menjadi guru yang profesional? Bukankan untuk menjadi guru profesional
harus disiapkan sejak awal yang bersangkutan
mengikuti pendidikan akademiknya. PPG seakan yang serba instan tanpa ruh kependidikan
bagi para calon guru. Kondisi ini pun menunjukkan betapa lemahnya sistem pendidikan di LPTK. Meski sudah bertahun-tahun diajar dengan pengetahuan
kependidikan dan mata kuliah kependidikan, nyatanya seorang alumni LPTK harus
tetap mengikuti PPG.
Oleh karenanya hendaknya:
1.
Pemerintah mengkaji kembali kebijakan pendidikan profesi PPG ini.
2.
Pemerintah
memperbaiki sistem pendidikan di LPTK
3.
Pemerintah
membuat kebijakan Pendidikan Profesi Guru (PPG) bagi mahasiswa LPTK
diintegrasikan dalam pendidikan akademik S1 kependidikan plus selama 1 semester
PPG dengan sistem asrama.
4.
Pemerintah
melakukan evaluasi perguruan tinggi kependidikan (LPTK) swasta yang sudah
sangat banyak untuk dilakukan semacam merger.
5.
Model
sertifikasi bagi sarjana nonpendidikan dilakukan secara selektif, ketat, dan
diberi kuota yang terbatas untuk memprioritaskan sarjana pendidikan sesuai
dengan latar belakang keilmuannya.
Itulah beberapa hal yang perlu kita cermati bersama,
khusus usulan no 3 sampai 5 sudah penulis usulkan ke DPR melalui Pergubi