08 Februari 2018

Problema dan Solusi Program Profesi Guru (PPG)


Oleh: Cecep Darmawan
Pendidikan Profesi Guru  (PPG) merupakan konsekuensi hukum dari UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang mengharuskan lulusan LPTK mengikuti PPG sebagai pendidikan profesi. Artinya lulusan LPTK tidak serta merta diangkat menjadi guru sebelum mengikuti dan lulus pendidikan profesi melalui  PPG. Meski dianggap kontroversial, PPG tidak bisa tidak, harus menjadi persyarat sebagaimana amanat UUGD.
Pasal 8 UUGD menegaskan Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9: Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10 :
(1)          Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2)          Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11:
(1)          Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.

(2)          Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3)          Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
(4)          Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12:
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Dengan demikian alumni S1 Kependidikan yang telah memilikii ijasah dan bergelar Sarjana Kependidikan (S.Pd) tidak memiliki kewenangan mengajar selama yang bersangkutan belum mengikuti dan lulus PPG.  Sementara itu, pihak pemerintah masih membatasi  PPG ini, kecuali kepada para alumni LPTK yang sudah mengikuti program guru  Sarjana Mendidik di daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal (SM3T). Padahal jumlah tersebut amatlah kecil, Ibarat para alumni yang akan ikut tes PNS harus masuk ke lubang jarum (PPG) lalu diseleksi lagi menjadi PNS (masuk lubang jarum berikutnya). Kondisi ini menyebabkan melimpahnya lulusan LPTK yang menganggur dan tidak bisa mengajar di sekolah.
Begitu pula kurikulum PPG selain belum jelas arahnya, karena disinyalir substansi mata kuliah dan materinya tidak jauh berbeda dengan mata kuliah S1 kependidikan, PPG juga seakan menafikan LPTK yang telah mendidik mahasiswa melalui program PPL
Masalahnya UUGD menyamakan antara lulusan S1 LPTK mampun non LPTK dalam hal kesempatan menjadi guru.UUGD ini membuka kran bagi nonkependidikan untuk menjadi guru asalkan mengikuti PPG. Sayangnya, lulusan LPTK pun diharuskn hal yang sama meski proporsinya berbeda. (lihat Perrmendikbud No. 87 tahun 2013 pasal 6). Pertanyaan berikutnya apakah dengan mengikuti PPG yang hanya 1 tahun misalnya, dijamin menjadi guru yang profesional? Bukankan untuk menjadi guru profesional harus  disiapkan sejak awal yang bersangkutan mengikuti pendidikan akademiknya. PPG seakan yang serba instan tanpa ruh kependidikan bagi para calon guru. Kondisi ini pun menunjukkan betapa lemahnya sistem pendidikan di LPTK. Meski sudah bertahun-tahun diajar dengan pengetahuan kependidikan dan mata kuliah kependidikan, nyatanya seorang alumni LPTK harus tetap mengikuti PPG.
Oleh karenanya hendaknya:
1.      Pemerintah mengkaji kembali kebijakan pendidikan profesi PPG ini.
2.      Pemerintah memperbaiki sistem pendidikan di LPTK
3.      Pemerintah membuat kebijakan Pendidikan Profesi Guru (PPG) bagi mahasiswa LPTK diintegrasikan dalam pendidikan akademik S1 kependidikan plus selama 1 semester PPG dengan sistem asrama.
4.      Pemerintah melakukan evaluasi perguruan tinggi kependidikan (LPTK) swasta yang sudah sangat banyak untuk dilakukan semacam merger.
5.      Model sertifikasi bagi sarjana nonpendidikan dilakukan secara selektif, ketat, dan diberi kuota yang terbatas untuk memprioritaskan sarjana pendidikan sesuai dengan latar belakang keilmuannya.
Itulah beberapa hal yang perlu kita cermati bersama, khusus usulan no 3 sampai 5 sudah penulis usulkan ke DPR melalui Pergubi

Copyright © Cecep Darmawan | Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia