19 Juni 2019

Pengamat Pendidikan: Siswa Marjinal Bisa Masuk Zonasi 90%

SUKASARI, AYOBANDUNG.COM--Pemindahan slot bagi pemegang Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 51 tahun 2018 menuai banyak tanggapan. Pasalnya, Muhadjir Effendy dalam keterangan resminya saat mengumumkan sistem zonasi PPDB tahun ini menilai SKTM banyak disalahgunakan. Akhirnya, pemegang SKTM tidak lagi diberikan persentase khusus. 

Dalam aturan yang dikeluarkan Permendikbud, PPDB dilaksanakan melalui jalur zonasi, prestasi, dan perpindahan tugas orang tua atau wali. Jalur zonasi paling sedikit 90% dari daya tampung sekolah, jalur prestasi paling banyak 5% dari daya tampung sekolah, dan jalur perpindahan tugas orang tua atau wali paling banyak 5% dari daya tampung sekolah. 

Kuota 90% dalam jalur zonasi termasuk kuota bagi peserta didik tidak mampu dan anak penyandang disabilitas pada sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif. Artinya, mereka tidak lagi termasuk dalam jalur tersendiri namun tergabung dalam kuota zonasi yang 90%. 

Peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu harus dibuktikan dengan keikutsertaan peserta didik dalam program penanganan keluarga tidak mampu dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Sehingga tidak ada lagi pembuatan SKTM yang sifatnya tidak terdata di dinas setempat. 

Pengamat Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan menanggapi dengan adanya sistem zonasi 90% memungkinkan masyarakat marjinal masuk ke jalur tersebut, diutamakan masalah zonasi. 

"Masyarakat yang masuk zonasi itu berarti masuk ke sekolah itu," ujarnya, saat dihubungi, Senin (21/1/2019). Namun, tidak seperti tahun sebelumnya di mana SKTM ditonjolkan dalam kategori tersendiri. Karena saat ini SKTM masuk ke dalam jalur zonasi yang tidak ditentukan berapa besarannya. Menurut Cecep, tinggak pemerintah daerah setempat yang menentukan berapa besar aturan. "Minimalnya itu 20%," katanya. 

Cecep menuturkan, meniadakan jalur tersendiri lewat SKTM untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti penyalahgunaan surat keterangan. Idealnya, pemerintah memiliki database masyarakat marjinal yang terakses sehingga mereka tidak secara tiba-tiba membuat surat itu dengan mudah. 

"Sekolah juga tidak usah riweuh menyeleksi tapi lihat dari database mana masyarakat marjinal sesuai data yang dari pemerintah," terangnya. 

Permendikbud pun telah menegaskan sanksi yang diterapkan jika peserta didik yang orang tua/walinya terbukti memalsukan bukti keikutsertaan. Sanksi tersebut berupa pengeluaran dari sekolah berdasarkan hasil evaluasi sekolah bersama dengan komite sekolah dan dinas pendidikan sesuai dengan kewenangan. Dalam Pasal 19 nomor 8 pun dijelaskan jika terdapat dugaan pemalsuan bikti keikutsertaan dalam program penanganan keluarga tidak mampu dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah, sekolah bersama pemerintah wajib melakukan verifikasi data dan lapangan serta menindaklanjuti hasil verifikasi sesuai ketentuan perundang-undangan. 

"Itu jauh-jauh hari sebelum, dan data data itu sifatnya dinamis dan harus diperbaharui tapi secara online," ujarnya. Cecep pun mengatakan seharusnya Pemda membuat nota kesepahaman dengan wilayah perbatasan. Artinya, masalah seperti siswa yang berada di wilayah A, tapi dekat dengan wilayah B dapat memilih sekolah sesuai keinginannya. 

"Misalnya, secara sosiologis merasa dia dekat dengan wilayah B, nah itu harus dibuat semacam MoU antar kabupaten kota sehingga masyarakat di pinggiran itu atau di perbatasan tidak merasa di sekat sekat administratif," jelasnya.


Penulis: Fathia Uqimul Haq
Editor : Dadi Haryadi
SUKASARI, AYOBANDUNG.COM--Pemindahan slot bagi pemegang Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 51 tahun 2018 menuai banyak tanggapan. Pasalnya, Muhadjir Effendy dalam keterangan resminya saat mengumumkan sistem zonasi PPDB tahun ini menilai SKTM banyak disalahgunakan. Akhirnya, pemegang SKTM tidak lagi diberikan persentase khusus. Dalam aturan yang dikeluarkan Permendikbud, PPDB dilaksanakan melalui jalur zonasi, prestasi, dan perpindahan tugas orang tua atau wali. Jalur zonasi paling sedikit 90% dari daya tampung sekolah, jalur prestasi paling banyak 5% dari daya tampung sekolah, dan jalur perpindahan tugas orang tua atau wali paling banyak 5% dari daya tampung sekolah. Kuota 90% dalam jalur zonasi termasuk kuota bagi peserta didik tidak mampu dan anak penyandang disabilitas pada sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif. Artinya, mereka tidak lagi termasuk dalam jalur tersendiri namun tergabung dalam kuota zonasi yang 90%. Peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu harus dibuktikan dengan keikutsertaan peserta didik dalam program penanganan keluarga tidak mampu dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Sehingga tidak ada lagi pembuatan SKTM yang sifatnya tidak terdata di dinas setempat. AYO BACA : Sistem Zonasi PPDB Tak Ideal, Pemkot Bandung Siapkan Solusi Pengamat Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan menanggapi dengan adanya sistem zonasi 90% memungkinkan masyarakat marjinal masuk ke jalur tersebut, diutamakan masalah zonasi. "Masyarakat yang masuk zonasi itu berarti masuk ke sekolah itu," ujarnya, saat dihubungi, Senin (21/1/2019). Namun, tidak seperti tahun sebelumnya di mana SKTM ditonjolkan dalam kategori tersendiri. Karena saat ini SKTM masuk ke dalam jalur zonasi yang tidak ditentukan berapa besarannya. Menurut Cecep, tinggak pemerintah daerah setempat yang menentukan berapa besar aturan. "Minimalnya itu 20%," katanya.

---------
Artikel ini sudah Terbit di AyoBandung.com, dengan Judul Pengamat Pendidikan: Siswa Marjinal Bisa Masuk Zonasi 90%, pada URL https://www.ayobandung.com/read/2019/01/21/43651/pengamat-pendidikan-siswa-marjinal-bisa-masuk-zonasi-90

Penulis: Fathia Uqimul Haq
Editor : Dadi Haryadi
SUKASARI, AYOBANDUNG.COM--Pemindahan slot bagi pemegang Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 51 tahun 2018 menuai banyak tanggapan. Pasalnya, Muhadjir Effendy dalam keterangan resminya saat mengumumkan sistem zonasi PPDB tahun ini menilai SKTM banyak disalahgunakan. Akhirnya, pemegang SKTM tidak lagi diberikan persentase khusus. Dalam aturan yang dikeluarkan Permendikbud, PPDB dilaksanakan melalui jalur zonasi, prestasi, dan perpindahan tugas orang tua atau wali. Jalur zonasi paling sedikit 90% dari daya tampung sekolah, jalur prestasi paling banyak 5% dari daya tampung sekolah, dan jalur perpindahan tugas orang tua atau wali paling banyak 5% dari daya tampung sekolah. Kuota 90% dalam jalur zonasi termasuk kuota bagi peserta didik tidak mampu dan anak penyandang disabilitas pada sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif. Artinya, mereka tidak lagi termasuk dalam jalur tersendiri namun tergabung dalam kuota zonasi yang 90%. Peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu harus dibuktikan dengan keikutsertaan peserta didik dalam program penanganan keluarga tidak mampu dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Sehingga tidak ada lagi pembuatan SKTM yang sifatnya tidak terdata di dinas setempat. AYO BACA : Sistem Zonasi PPDB Tak Ideal, Pemkot Bandung Siapkan Solusi Pengamat Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan menanggapi dengan adanya sistem zonasi 90% memungkinkan masyarakat marjinal masuk ke jalur tersebut, diutamakan masalah zonasi. "Masyarakat yang masuk zonasi itu berarti masuk ke sekolah itu," ujarnya, saat dihubungi, Senin (21/1/2019). Namun, tidak seperti tahun sebelumnya di mana SKTM ditonjolkan dalam kategori tersendiri. Karena saat ini SKTM masuk ke dalam jalur zonasi yang tidak ditentukan berapa besarannya. Menurut Cecep, tinggak pemerintah daerah setempat yang menentukan berapa besar aturan. "Minimalnya itu 20%," katanya.

---------
Artikel ini sudah Terbit di AyoBandung.com, dengan Judul Pengamat Pendidikan: Siswa Marjinal Bisa Masuk Zonasi 90%, pada URL https://www.ayobandung.com/read/2019/01/21/43651/pengamat-pendidikan-siswa-marjinal-bisa-masuk-zonasi-90

Penulis: Fathia Uqimul Haq
Editor : Dadi Haryadi

Copyright © Cecep Darmawan | Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia