31 Maret 2017

Menyoal Kontroversi PPDB Kota Bandung

Oleh: Cecep Darmawan
Sumber Jabar.tribunnews.com
 
SISTEM penerimaan siswa baru tahun ini di Kota Bandung hampir dipastikan akan mengalami perubahan. Perubahan yang signifikan terjadi dalam sistem rayonisasi, yaitu sistem pengelompokan sekolah berbasis kewilayahan. Dalam sistem ini, siswa yang memiliki basis kewilayahan yang  berdekatan dengan lokasi sekolah akan diberi insentif.

Berdasarkan hasil diskusi Kadisdik dengan berbagai pemangku kepentingan pendidikan, diusulkan insentif berupa tambahan poin sekitar 1.15 untuk siswa yang akan masuk SMA  dan 1.36 untuk siswa yang akan masuk SMP, jika pilihan kesatunya memilih sekolah dalam rayon yang bersangkutan.

Kepastian besarnya insentif dan tempat tinggal siswa dalam rentang dan lingkup rayon yang akan memperoleh insentif tersebut akan ditentukan melalui Peraturan Walikota. Untuk kepastian alamat siswa harus dibuktikan oleh data ontentik berupa Kartu Keluarga dan KTP orang tua. Tentu saja untuk menghindari perubahan alamat orang tua, harus ada pengaturan teknis yang ketat.

Selama ini sistem penerimaan siswa baru menggunakan sistem kluster. Sistem ini selain dirasakan kurang memberi rasa keadilan bagi siswa, juga berdampak kepada tersentralisasinya siswa-siswa pintar di sekolah-sekolah unggulan. Penyebaran siswa yang dianggap memiliki nilai UN tinggi ke sekolah di klaster rendah amatlah kurang. Selain itu, sistem tersebut terkesan diskrimitatif karena, siswa  tidak sepenuhnya memperoleh fasilitas dan layanan pendidikan yang relatif sama di Kota Bandung.

Wajarlah jika kebijakan ini rayonisasi ini ditanggapi masyarakat khususnya para orang tua siswa secara beragam. Ada yang menerima dengan lapang dada, tetapi ada juga yang keberatan atas kebijakan ini. Sebab, orang tua siswa selalu menginginkan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya. Oleh karena itu ekspektasi yang begitu tinggi dari para orang tua siswa terhadap pendidikan anak-anaknya mesti direspon positif oleh Pemerintah Kota Bandung dengan penyedian layanan pendidikan yang berkualitas dan unggul.

Dampak positif dari sistem rayonisasi ini, diharapkan terjadi pemerataan pendidikan bagi siswa sekaligus dapat mengurangi kemacetan lalu lintas. Aksesiblitas siswa yang semakin dekat dengan lokasi sekolahnya akan memudahkan mobilitas siswa dan akan menghebat biaya personal perserta didik.

Disamping itu, sekolah-sekolah yang selama ini dinilai favorit, dapat dibuka aksesnya bagi siswa sekitar sekolah secara lebih masif. Artinya, siswa yang berada dalam rayon sekolah favorit memiliki peluang yang lebih besar dengan siswa yang di luar rayon tersebut. Dengan kata lain, sistem ini membuka upaya vertilisasi yang saling menyuburkan antarsiswa di Kota Bandung.

Tugas berikutnya bagi Pemerintah Kota Bandung, adalah menyiapkan program akseleratif bagi sekolah-sekolah yang relatif tertinggal dibanding sekolah yang sudah unggul selama ini. Standarisaasi pendidikan dari delapan standar yang ditetapkan pemerintah, harus direspon dengan perbaikan sekolah secara merata, berkeadilan, dan berkualitas.

Sebab, persoalan pokoknya bukan hanya kualitas guru dan fasilitas gedung tetapi juga standar lainnya untuk beraktifitas dan berkreasi para siswa di sekolah yang lebih baik dan masif. Tentu saja, upaya ini mesti didukung secara politis oleh DPRD Kota Bandung dalam kaitan pendanaan dari APBD.
 
Begitu pula, menyangkut bantuan atau tunjangan daerah untuk guru perlu juga disesuaikan.

Selama ini bantuan atau tunjangan daerah bagi guru di Kota Bandung dinilai relatif amat kecil dibandingkan dengan kota-kota besarlainnya. Upaya lainnya adalah penyebaran guru dan kepala sekolah yang berprestasi untuk ditempatkan ke sekolah-sekolah yang dianggap masih butuh bantuan.

Dengan demikian, terjadi pertukaran atau rotasi sumber daya diantara sekolah yang berakibat saling menyuburkan keduanya. Tentu saja kebijakan ini tidak berarti menghilangkan ikon sekolah unggulan diantara sekolah unggulan yang lainnya. Tetapi konsep sekolah unggulan itu, bukan hanya dilihat dari aspek prestasi akademik semata.

Prestasi nonakademik pun selayaknya diapresiasi oleh pemerintah dan masyarakat. Begitu pula dimungkinkan setiap sekolah memiliki keunggulan masing-masing, sehingga tidak ada lagi kesan sekolah yang elitis dan memonopoli seluruh prestasi.

Selain itu, ke depan pendirian sekolah baru haruslah mempertimbangkan aksesibilitas bagi masyarakat sekitarnya. Hal ini untuk memberikan layanan pendidikan yang terbaik kepada masyarakat yang paling dekat dengan lokasi sekolah. Ke depan harus dipikirkan pula bagaimana agar sekolah-sekolah di Kota Bandung benar-benar bebas pungutan, khususnya pungutan-pungutan yang memberatkan para orang tua siswa dan terkesan diada-adakan oleh  pihak sekolah dengan berbagai alasan.

Begitu pula dengan prilaku oknum tertentu untuk menitipkan calon siswa ke sekolah tertentu dengan cara-cara yang ilegal dan haram harus segera dihentikan.

Kebijakan baru ini pun seharusnya menjadi momentum untuk mengikis habis praktek KKN dalam penerimaan siswa baru. Dengan slogan Bandung Juara, diharapkan siswa-siswa Kota Bandung pun menjadi juara-juara dibandingkan siswa-siswa lain di kota lain di negeri ini.  Oleh karenanya, kebijakan rayonisasi merupakan starting point atau titik awal untuk melakukan reformasi pendidikan di Kota Bandung.  ***

Copyright © Cecep Darmawan | Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia