Penulis: Cecep Darmawan Satujuang.com- Integritas dunia pendidikan kembali tercoreng. Kini marak kasus kecurangan dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2023 di berbagai daerah menjadi sorotan.
Contoh kasus di Jawa Barat, sebanyak 4.791 calon siswa dibatalkan pendaftarannya karena diduga melakukan praktik ilegal dalam seleksi PPDB. Praktik kecurangan dalam PPDB ini bisa jadi seperti fenomena gunung es yang berpotensi terjadi di sejumlah daerah lainnya, tetapi tidak muncul ke permukaan.
Bentuk kecurangannya pun beragam mulai praktik ‘zonatif' alias zonasi fiktif melalui manipulasi data dengan cara mengubah domisili di kartu keluarga ataupun melakukan pelanggaran zonasi titipan melalui relasi kuasa dengan oknum-oknum yang memiliki pengaruh kuat. Maraknya kasus pelanggaran hukum dalam PPDB ini harus dievaluasi secara serius dan komprehensif. Pasalnya, praktik-praktik ilegal ini telah menjadi preseden buruk setiap tahunnya dalam pelaksanaan PPDB.
Penegakan hukum secara sistemis Pendekatan sistemis dari Lawrence M Friedman dan Grant M Hayden (2017) dapat diimplementasikan guna memperkuat penegakan hukum (law enforcement) mencakup struktur, substansi, dan kultur dalam proses PPDB. Aspek pertama, secara struktur atau kelembagaan, proses PPDB dapat melibatkan para penegak hukum. Seperti kepolisian dan Kejaksaan guna melakukan pengawasan sekaligus sosialisasi pencegahan dan penegakan hukum terkait dengan berbagai bentuk potensi pelanggaran dalam seleksi PPDB. Selain itu, dengan melibatkan aparat penegak hukum, berbagai bentuk kecurangan dalam PPDB yang termasuk ranah pidana, dapat ditindak secara responsif.
Tahun Ini Pasalnya, temuan di lapangan, sering kali bentuk kecurangan yang semestinya masuk kategorisasi pidana, seperti penipuan dan pemalsuan dokumen, hanya diberikan sanksi administratif. Padahal, jika sudah menyangkut delik pidana, sanksinya tidak berhenti pada sanksi administratif, tetapi ada sanksi pidana yang dalam penegakannya perlu melibatkan aparat penegak hukum. Aspek kedua, secara substansi berbagai ketentuan sanksi baik administratif maupun pidana terkait dengan seleksi PPDB perlu dipertegas. Pasalnya, dalam Permendikbud Nomor 1/2021 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK, tidak mengatur secara jelas dan tegas terkait dengan sanksi bagi para pelanggar dalam seleksi PPDB. Apalagi, sanksi terhadap pemalsuan kartu keluarga dalam seleksi PPDB tidak diatur dalam Permendikbud Nomor 1/2021.
Untuk itu, secara substansi peraturan perundang-undangan terkait dengan PPDB perlu mengatur secara komprehensif terkait dengan sanksi, khususnya sanksi administratif. Sanksi administratif dapat diatur dalam peraturan menteri, peraturan gubernur, peraturan bupati/wali kota, tetapi tidak boleh mengatur sanksi pidana. Sanksi pidana sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 12/2011 sebagaimana diubah oleh UU Nomor 13/2022. Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, hanya dapat diatur dalam undang-undang, peraturan daerah provinsi, atau peraturan daerah kabupaten/kota. Jika pemerintah ingin memasukkan sanksi pidana dalam PPDB, pengaturan PPDB di daerah harus tercantum dalam peraturan daerah.
Masalahnya bagaimana kalau sekarang ada perbuatan pidana dalam kasus PPDB, semisal pemalsuan dokumen? Tindakan atau perbuatan pemalsuan dokumen dalam PPDB termasuk perbuatan kriminal murni atau pidana biasa. Merujuk Pasal 263 pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), perbuatan pemalsuan dokumen diancam hukuman penjara selama-lamanya enam tahun. Karena pemalsuan dokumen termasuk delik pidana biasa, perkara tersebut harus dapat diproses tanpa adanya aduan sekali pun. Perlu diketahui bahwa perbuatan atau tindakan pemalsuan dokumen dalam PPDB, walaupun misalnya pihak sekolah telah mencabut laporannya kepada pihak kepolisian, penyidik akan terus melanjutkan proses perkara sampai persidangan. Memperkuat integritas pendidikan Aspek terakhir secara kultur atau budaya hukum, perlu adanya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat secara luas terkait dengan hal ihwal PPDB dan penegakan hukumnya.
Budaya hukum ini penting guna memperkuat integritas pendidikan. Seluruh elemen masyarakat, bangsa, dan negara perlu memahami bahwa pendidikan memiliki nilai-nilai luhur yang tidak boleh dicederai oleh praktik-praktik ilegal seperti yang terjadi dalam seleksi PPDB. Terlebih PPDB merupakan langkah awal yang menentukan proses penyelenggaraan pendidikan ke depannya secara berintegritas. Jika di hulunya saja sudah tercederai oleh praktik-praktik kecurangan, proses pendidikan guna membangun bangsa yang berintegritas tentu akan jauh dari harapan.
Di samping itu, guna memperkuat budaya hukum masyarakat agar tidak lagi melakukan pelanggaran dalam seleksi PPDB, pemerintah pun diharapkan terus mengakselerasi upaya standardisasi delapan standar nasional pendidikan. Munculnya pelanggaran dalam seleksi PPDB, bagaimanapun salah satunya disebabkan oleh faktor keinginan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah favorit atau unggulan. Namun, disebabkan keinginan tersebut dibatasi oleh PPDB zonasi sehingga membuat oknum masyarakat menghalalkan berbagai cara instan agar anaknya masuk ke sekolah favorit atau unggulan tersebut. Stigmatisasi masyarakat tentang sekolah favorit bagaimanapun tidak bisa dihilangkan begitu saja. Sebaliknya, pemerintah perlu memperbanyak sekolah favorit tersebut dengan mengoptimalkan pemenuhan delapan standar nasional pendidikan sebagai syarat mutlak dalam seleksi PPDB zonasi.
Oleh karenanya, perlu adanya road map guna memperbanyak sekolah unggulan secara bertahap dan berkelanjutan. Jika seluruh sekolah telah unggul dan berkualitas, kecurangan dalam PPDB zonasi dapat diminimalkan. Dengan demikian, melalui berbagai upaya penguatan di atas, diharapkan dapat membenahi penegakan hukum secara sistemis guna menindak para oknum yang melakukan praktik ‘zonatif' alias zonasi fiktif ataupun zonasi titipan.(mediaindonesia) Penulis adalah Guru Besar dan Ketua Prodi Magister dan Doktor Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI
Sumber: (https://www.satujuang.com/zonasi-vs-zonatif/) Follow kami di Google News, klik: https://shorturl.at/oHOTX
Sumber: (https://www.satujuang.com/zonasi-vs-zonatif/) Follow kami di Google News, klik: https://shorturl.at/oHOTX