Oleh: Cecep Darmawan | Guru Besar dan Ketua Prodi Magister dan Doktor Pendidikan Kewarganegaraan UPI
GELIAT untuk membumikan nilai-nilai Pancasila dalam sistem pendidikan nasional begitu masif dilakukan. Sebelumnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencoba mengimplementasikan kebijakan Profil Pelajar Pancasila.
Pada satu sisi, upaya internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan pendidikan perlu didukung dan diapresiasi. Hal ini penting untuk mentransformasikan nilai-nilai Pancasila secara sadar, sistematis, dan berkesinambungan dalam kerangka sistem pendidikan nasional. Apalagi, jika diamati, selama ini sistem pendidikan nasional belum sepenuhnya membumikan filsafat Pancasila secara holistik dan komprehensif. Meski begitu, program Profil Pelajar Pancasila perlu diperkuat dengan kerangka regulasi dan kajian akademis yang mumpuni.
Meluruskan konsep
Terkait Profil Pelajar Pancasila, ditemukan beberapa persoalan baik secara ketatabahasaan maupun dari aspek kebijakan. Pertama, secara ketatabahasaan diksi Profil Pelajar Pancasilais dinilai lebih tepat. Mengingat, istilah Pelajar Pancasila yang digunakan bermakna seorang pelajar yang sedang mempelajari materi Pancasila. Sebaliknya, istilah Pelajar Pancasilais berarti pelajar yang berjiwa Pancasila dan mengamalkan ideologi Pancasila.
Kedua, mengapa hanya Pelajar Pancasila saja yang diprogramkan? Bukankah guru Pancasilais juga penting? Secara implisit, konstitusi dan peraturan perundang-undangan terkait pendidikan pada dasarnya telah memuat nilai-nilai Pancasila sebagai fondasi pendidikan, sekaligus Pancasila sebagai landasan idealnya. Misalnya, pada Pasal 2 UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Begitu pun dengan Pasal 2 UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang menyebutkan bahwa pendidikan tinggi berdasarkan Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Dengan demikian, atas dasar ketentuan tersebut, pendidikan harus berdasarkan Pancasila. Begitu pun komponen pendidikan, di antaranya guru, dosen, mahasiswa, dan pelajar, tentu harus berjiwa Pancasila. Inilah yang kemudian memunculkan istilah Pelajar Pancasilais.
Ketiga, konsep Pelajar Pancasila perlu memperhatikan nilai-nilai Pancasila secara komprehensif, yang merupakan satu kesatuan utuh, menyeluruh, dan bulat. Dengan demikian, konsep Pelajar Pancasila mesti diderivasi dari kelima sila Pancasila secara utuh dan jelas. Nilai-nilai Pancasila yang ideal ini memang harus diejawantahkan dalam ranah pendidikan termasuk konsep Pelajar Pancasila.
Keempat, jika ditelaah secara komparatif, konsep Pelajar Pancasila ini memiliki nilai-nilai yang hampir sama dengan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Karena itu, muncul pertanyaan yang mendasar, yakni apa yang membedakannya? Program PPK sendiri diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No 87/2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 20/2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal.
Sementara itu, Profil Pelajar Pancasila sendiri diatur dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 22/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024. Dalam Pasal 2 Ayat (2) Permendikbud No 20/2018 disebutkan bahwa terdapat lima nilai utama yang saling berkaitan, yaitu religiositas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas yang terintegrasi dalam kurikulum. Adapun nilai-nilai dari Pelajar Pancasila sebagaimana tercantum dalam Lampiran Permendikbud No 22/ 2020 terdiri atas enam elemen, yakni beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, kreatif, bernalar kritis, dan mandiri.
Kemendikbudristek memerinci enam elemen tersebut dengan istilah elemen kunci. Elemen kunci beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia adalah akhlak beragama, akhlak pribadi, akhlak kepada manusia, akhlak kepada alam, dan akhlak bernegara. Elemen kunci berkebinekaan global adalah mengenal dan menghargai budaya, kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesama, serta refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan. Elemen kunci gotong royong adalah kolaborasi, kepedulian, dan berbagi. Elemen kunci mandiri adalah kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi dan regulasi diri. Elemen kunci bernalar kritis adalah memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses berpikir, dan mengambil keputusan.
Terakhir, elemen kunci kreatif adalah menghasilkan gagasan yang orisinal dan menghasilkan karya serta tindakan yang orisinal. Jika dicermati, enam elemen Pelajar Pancasila ini apakah masuk kategori nilai atau kompetensi yang harus dimiliki siswa? Misalnya, elemen kreatif dan bernalar kritis sebenarnya termasuk kategori kompetensi yang harus dimiliki siswa. Begitu pun, jika disandingkan antara nilai-nilai PPK dan elemen Profil Pelajar Pancasila, terdapat dua nilai yang memiliki kata yang sama, yakni nilai mandiri dan gotong royong. Ada satu nilai yang substansinya sama, yakni nilai religius (dalam PPK) dengan nilai beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia (dalam Profil Pelajar Pancasila).
Untuk itu, terdapat pertanyaan mendasar apabila pelajar mengamalkan nilai-nilai PPK, apakah sudah termasuk juga mengamalkan nilai-nilai Pelajar Pancasila? Sebaliknya, jika pelajar mengamalkan nilai-nilai Pelajar Pancasila, apakah sudah termasuk juga mengamalkan nilai-nilai PPK? Padahal keduanya, baik nilai-nilai PPK dan nilai-nilai Pelajar Pancasila, sama-sama bersumber dari nilai-nilai Pancasila.
Solusi
Melihat berbagai persoalan di atas, perlu adanya upaya untuk meluruskan istilah Pelajar Pancasila secara akademis. Oleh karenanya perlu dikaji ulang, peristilahan yang tepat sekaligus perlu adanya upaya integrasi berbagai kebijakan, baik PPK maupun Profil Pelajar Pancasila. Hal ini penting agar tidak terjadi inkonsistensi dan tumpang-tindih kebijakan. Sebelum ditetapkannya kebijakan tentang Profil Pelajar Pancasilais ini, Kemendikbudristek pun perlu menyusun kajian akademiknya yang melibatkan para ahli di perguruan tinggi.
Di samping itu, perlu untuk menggerakkan berbagai elemen tripusat pendidikan guna menciptakan lingkungan yang mendukung upaya penguatan nilai-nilai Pancasila bagi peserta didik. Kolaborasi dan sinergi di antara berbagai elemen pendidikan, baik di sekolah, keluarga, maupun masyarakat, perlu diperkuat.
Terakhir, perlu untuk merekonstruksi kembali UU Sistem Pendidikan Nasional guna membumikan filsafat Pancasila dalam sistem pendidikan nasional. Dengan demikian, untuk mewujudkan berbagai hal itu dibutuhkan kesadaran dan political will dari berbagai elemen pendidikan dan pemangku kebijakan guna merumuskan kebijakan penguatan nilai-nilai Pancasila secara sistematis, terarah, terukur, dan berkelanjutan atau berkesinambungan.
Telah dimuat di https://mediaindonesia.com/opini/485075/mengkritisi-konsepsi-profil-pelajar-pancasila
Telah dimuat di https://mediaindonesia.com/opini/485075/mengkritisi-konsepsi-profil-pelajar-pancasila